Wednesday 16 March 2011

Strategi Wawancara

Tiga Pilihan Dalam "Menjual Diri"

Seperti kita tahu, interview (wawancara kerja) adalah proses wajib dalam rekrutmen, seleksi dan penempatan. Biarpun perusahaan sudah menggunakan jasa assessment dari perusahaan konsultan, tetapi biasanya interview internal tetap diadakan. Melalui interview ini, perusahaan akan menggali sejauhmana kesiapan kita dalam bekerja, secara mental dan secara keahlian.

Hal lain yang juga akan digali dalam interview ini adalah sejauhmana kita punya harapan dan permohonan, misalnya gaji, fasilitas kerja, atau konsesi lainnya. Saking pentingnya interview itu, sampai-sampai banyak perusahaan yang tidak cukup melakukannya sekali. Bahkan ada yang melakukannya sampai tiga kali.
Sebagai pelamar, sebetulnya apa yang perlu dijual dalam interview itu? Tentu saja, yang perlu kita jual adalah diri kita. Maksudnya di sini adalah menjual kelebihan, keunggulan, pelayanan (skill of service), atau solusi yang akan kita lakukan, bukan menjual persoalan atau menjual masalah. Kalau masalah yang kita jual, misalnya saja kita melamar karena sudah nganggur lama dan semisalnya, biasanya malah jarang / sedikit yang mau. Kalau pun ada, rasanya pasti beda.

Sebagai penjual, pastinya kita punya pesaing yang juga menjual produk-produk semisal dengan fitur yang juga mirip-mirip sama. Kalau kita lulusan S1, yang lain juga begitu. Kalau kita siap memenuhi demand perusahaan, yang lain juga begitu. Dan seterusnya dan seterusnya. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyiasati persaingan semacam itu? Untuk menyiasatinya, kita bisa menerapkan atau mengadaptasi apa yang diajarkan oleh konsep marketing, seperti yang pernah dimuat di jurnal Marketing Professional, February, 2000.

Pertama, kita memberikan tangible service / product (kualifikasi standar). Ini akan cocok kalau jumlah pelamarnya hanya kita dan posisi kita saat itu "wanted". Biasanya ini terjadi pada perusahaan skala kecil-menengah dengan jumlah pegawai antara sepuluh sampai lima puluh orang. Perusahaan semacam ini sangat jarang mengumumkan lowongan kerja melalui media massa. Para pelamar datang dari referensi atau dari relasi. Apabila kita menghadapi situasi semacam ini, kita tidak usah repot-repot mendesain persiapan untuk interview kecuali yang standar-standar saja.

Kedua, kita memberikan expected service (menunjukkan kualifikasi melebihi harapan yang standar). Selain kita memiliki skill plus yang dibutuhkan perusahaan, menyiapkan bandel surat lamaran yang desainnya plus, pun juga kita sanggup menunjukkan komitmen sesuai yang diharapkan perusahaan, alias tidak asal melamar.

Ketiga, kita memberikan extra service (intangible). Artinya, selain kita memenuhi kriteria nomer satu dan dua, kita masih menambahnya dengan beberapa tindakan atau sifat yang enak dirasakan oleh interviewer dan dinilai mendukung kemajuan perusahaan nanti. Pendeknya, selain kita memiliki job skill (kompetensi tehnis), kita pun menunjukkan mental skill yang bagus (kompetensi mental).

"Sebetulnya, setiap orang adalah marketer, meskipun profesinya bukanlah di bidang marketing. Setiap orang hidup dengan menjual sesuatu dari dirinya atau dari yang dimilikinya" (Filosofi Bisnis)

Sepuluh "Jangan" Dalam Wawancara

Di zaman sekarang ini, tentu sangat jarang kita diberi kesempatan untuk menjadi wanted dalam interview. Umumnya, kita menghadapi situasi dimana kita harus bersaing dengan banyak pelamar. Situasi semacam ini tentu menuntut kita untuk menawarkan expected dan extra. Bagaimana caranya? Sebagai tambahan atau penegasan dari yang sudah kita ketahui, di bawah ini ada sejumlah "jangan" yang perlu kita hindari atau beberapa hal yang perlu kita lakukan:

1. Jangan terlalu "pede" diterima sehingga kita meremehkan persyaratan, baik tertulis atau yang tidak tertulis. Lebih-lebih ada kesan bahwa kita minta dispesialkan karena punya orang dalam atau gara-gara membawa ketebelece. Sikap kita sangat mengundang datangnya hal-hal buruk.

2. Jangan juga terlalu pesimis sehingga kita sudah tidah lagi menunjukkan harapan dan gairah. Yang pede dan optimis saja belum tentu diterima, apalagi yang sudah pesimis. Secara naluri universal, tidak ada perusahaan yang tertarik untuk merekrut orang pesimis. Intinya, jadilah orang yang pede namun tetap menjaga kesopanan.

3. Jangan terlalu banyak bertanya. Lebih-lebih pertanyaan itu mengundang penafsiran yang berbeda. Misalnya kita bertanya, apakah keuangan perusahaan ini atau masa depan perusahaan ini sehat atau tidak. Bagi sebagian orang, ini bisa dianggap menyinggung. Kalau kita ingin tahu, carilah informasi dari mantan karyawan, laporan media, atau internet. Bisa juga dengan melakukan pengamatan.

4. Jangan juga tidak bertanya sama sekali sehingga interview itu berjalan tanpa kesan. Idealnya, sebelum interview, siapkan maksimal tiga sampai lima pertanyaan yang terkait dengan pekerjaan (bukan perusahaan).

5. Hindari mematok harapan yang tidak rasional, terutama yang terkait dengan gaji atau fasilitas. Ukur dulu kemampuan (bukan keinginan), lalu simpulkan berapa layaknya, kemudian sempurnakan dengan mencari perbandingan di luar. Kalau bisa, cari informasi tentang kebijakan yang berlaku di perusahaan itu. Terakhir, keluarkan angka interval, misalnya antara satu sampai tiga. Ini kalau kita diminta menyebutkan harapan yang kita miliki.

6. Hindari mengeluarkan pernyataan yang melemahkan atau menegatifkan posisi tawar, misalnya: saya tidak mau, saya tidak bisa, saya bisa tetapi.....dan lain-lain. Gunakan ungkapan yang memperkuat posisi tawar, yang menunjukkan bahwa kita memang sudah siap secara lahir dan batin

7. Hindari berpakaian atau mengenakan perhiasan dan aksesoris yang berlebihan atau tidak sesuai dengan ukuran umum untuk posisi yang ingin kita masuki. Banyak perusahaan yang tidak suka merekrut orang yang gaya hidupnya terlalu tinggi untuk posisi yang dilamarnya atau juga terlalu rendah (tidak sesuai). Artinya, sesuaikan dengan posisi yang ingin kita masuki dan juga dengan kultur perusahaan. Kuncinya adalah moderasi dan sederhana.

8. Hindari menceritakan masalah pribadi, apalagi terkesan ingin menjual masalah pribadi untuk mendapatkan simpati dan belas kasihan. Kalau ditanya, jawablah secukupnya saja. Ingat, ada perbedaan antara hukum kehidupan yang berlaku dalam perusahaan dan dalam keluarga. Dalam perusahaan, naluri manusia lebih cenderung berpihak pada orang kuat (tidak cengeng). Tetapi, dalam keluarga, naluri manusia akan lebih cenderung berpihak pada yang lebih lemah.

9. Hindari menceritakan kejelekan perusahaan, atasan, atau lingkungan kerja yang lama. Supaya tidak terpeleset atau terpancing, siapkan jawaban atau penjelasan yang netral jauh-jauh hari. Apa yang kira-kira akan kita katakan kalau interviewer menanyakan kenapa kita keluar dari perusahaan yang dulu? Temukan jawaban yang tidak mengundang tanda tanya. Tentu saja kita perlu menghindari jawaban yang manipulatif. Misalnya kita mengatakan perusahaan itu sudah bangkrut atau pemilikinya meninggal dunia padahal masih beroperasi. Intinya, kreatiflah dalam menciptakan penjelasan, namun janganlah manipulatif.
10. Hindari menunjukkan kekurang-dewasaan dalam ucapan, sikap dan tindakan. Misalnya saja ketawa (Jawa: cengengesan) tidak pada tempatnya ketika ditanya atau bertanya tentang hal-hal kecil yang mestinya tidak perlu ditanyakan.

"Semua orang punya kesempatan mengubah hidupnya

dengan mengubah sikap mentalnya"

(William James)

Self-Disclosure & Self-Description

Dalam hubungan antar manusia dikenal dua istilah yang sepintas itu sepertinya sama tetapi sejatinya berbeda. Dua istilah itu adalah self-disclosure (pengungkapan-diri) dan self-description (penjabaran-diri). Kalau mengacu ke bukunya Mader / Mader (Understanding One Another, 1990), self-disclosure itu adalah pengungkapan tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh orang lain dari kita untuk kebutuhan yang spesifik (relevant information, data and history) atau juga menyembunyikan sesuatu yang kira-kira tidak relevan dengan konteks dan persoalan.

Sedangkan kalau self-description itu adalah penjabaran tentang hal-hal yang umum dari diri kita, yang sifatnya permukaan. Ini misalnya saja tinggi badan, berat badan, jabatan masa lalu, nama sekolah, nama perusahaan lama, atau status pernikahan, dan seterusnya, yang bisa jadi relevan atau tidak relevan sama sekali. Jadi intinya, Self-disclosure itu sebetulnya adalah penjelasan tentang diri yang sifatnya sudah lebih dalam dibanding dengan self-description dan juga lebih relevan.

Lalu apa hubungannya dengan interview? Di lapangan, hubungan itu sangat jelas. Dari pengalaman pribadi dan juga pengalaman interviewer lain, masih sering ditemukan pelamar yang tidak menyiapkan dirinya dengan self-disclosure yang bagus. Misalnya saja kita ditanya, apa kelebihan Anda?, apa objective karir Anda?, kenapa Anda memilih posisi ini?, dan semisalnya.

Jika tanpa persiapan yang bagus, pasti jawaban kita itu datar-datar saja atau tidak menunjukkan adanya diferensiasi dengan pelamar lain. Bahkan terkadang dari jawaban itu tidak menunjukkan adanya connection antara keahlian dan pekerjaan yang akan kita masuki. Padahal, connection inilah yang dicari oleh semua perusahaan di dunia ini.

Jika jumlah pelamarnya sedikit, biasanya perusahaan akan membaca seluruh dokumen aplikasi yang kita serahkan untuk menemukan connection itu, bahkan tak jarang mengkonfirmasikannya melalui telepon. Tapi jika jumlah pelamarnya surplus, peluang kita untuk menjelaskan connection itu hanya di ruang interview. Kecil kemungkinan interviewer akan membaca seluruh dokumen dengan detail untuk menemukan connection itu.

Jadi secara garis besar, ada tiga hal yang perlu kita siapkan dalam menghadapi interview. Pertama, persiapan administratif sesuai persyaratan yang diminta, dari mulai fotocopi KTP, ijazah, referensi, surat lamaran, desain CV yang bagus, dst. Kedua, menghindari hal-hal yang sudah kita bahas di muka atau melakukan kebalikannya. Ketiga, membuat penjelasan yang relevan dengan apa yang perlu diketahui oleh perusahaan tentang diri kita, dan penjelasan itu benar-benar menunjukkan adanya differentiation dan connection (self-disclosure).

Sekedar sebagai masukan, untuk membuat self-disclosure itu perlu melihat factor-faktor penting di bawah ini:

* Temukan sisi kelebihan yang kita miliki: pengalaman, pengetahuan, keahlian teknis, komitmen pribadi, dan seterusnya.
* Temukan penjelasan yang mudah dipahami oleh orang lain bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara kita dengan pekerjaan yang kita inginkan. Tentunya dengan alasan atau bukti yang bisa diterima akal sehat.
* Buat juga penjelasan tentang keahlian lain yang relevansinya tidak langsung, misalnya kita bisa bahasa asing selain Inggris, bisa mengetik cepat, bisa menyupir, bisa mengoperasikan program komputer tertentu, dst.
* Gantilah kata "kekurangan" atau "kelemahan" dengan "hal-hal yang masih perlu kita pelajari lebih dalam dan lebih giat lagi" untuk memperkuat posisi tawar juga. Jangan sampai kita terjebak untuk menjawab pertanyaan seperti: "Apa kekurangan dan kelemahan Anda?"
* Buatlah penjelasan yang bagus, namun hindari arogansi atau manipulasi.

"Apa yang sering kita ketahui tentang diri kita dan apa yang diketahui orang lain tentang kita, sebagian besarnya dibangun dari persepsi yang kita bikin sendiri atau yang mereka bikin sendiri."

Kategori Organisasi Industri
Oleh : Ubaydillah, AN


Related Article:

0 comments:

Post a Comment


 
Copyright 2010 Lowayu Community. All rights reserved.
Themes by Bonard Alfin l Home Recording l Distorsi Blog