Tuesday 15 March 2011

Ajari Aku 'Tuk Jadi Pejantan Tangguh

Huwaaa...!!!

Kaget karena terbangun jam 9 pagi. Ini nih resiko, kalau habis sholat Subuh molor lagi. Sempat ngedumel juga dalam hati, kok istri nggak bangunkan dari tadi sih? Karena teriakan sendiri, anak yang masih tidur juga langsung terbangun dan menangis, wuaah...

Lalu buru-buru ke kamar mandi, byur... byur... Nggak pakai acara nyanyi-nyanyi, seperti kebiasaan kalau lagi mandi. Berhubung mandinya super kilat, tentu saja pasti ada bagian tubuh yang kurang mengkilap. Istri yang sedang ngasih sarapan pagi untuk anak cuma senyum-senyum, sambil bernyanyi kecil.

Mandi pagi tidak biasa
Mandi sore ya sama saja
Tidak mandi sudah biasa
Badan bau luar biasa

Grrrh...!!!
Gimana sih, udah heboh begini malah diledek. Sebagai suami nggak mau dong diledekin sama istri, karena itu langsung ngasih perintah, "Udah, siapin bentou sana!" Tak lupa wajah dibuat seram. Eh, doi nggak takut, malah cekikikan, hi... hi... hi...

Tak lupa ngeledek lagi, "Makanya pacaran sama Neng Kokom jangan sampai malam." Duuh, udah bingung begini karena khawatir telat dan takut sama sensei, malah diajak becanda. Reseh juga nih!

Akhirnya semua kelar juga dan akan langsung keluar rumah. Telah sampai di depan pintu, istri sempat teriak, "Idih, mau langsung berangkat. Lupa ya?"

Apaan sih? Kok jadi telmi begini. Emang benar, tergesa-gesa itu perbuatan setan, hingga semua kebiasaan jadi terlupakan. Oh iya! Balik lagi, muah... muah... buat istri dan buah hati tercinta.

Tak lupa istri berkata, "Nah gitu dong, jangan awal-awal nikah saja muah-muahnya," katanya sambil kembali cekikikan.

Grrrh...!!!
Pakai acara disindiri lagi. Duuh Gusti Allah, tabahkan hamba-Mu ini.

***

Wah, ternyata hari ini memang kurang bersahabat. Kesiangan ke kampus dan di luar hujan turun dengan deras. Tapi nekat, maju tak gentar menerobos hujan. Karena angin yang bertiup kencang, rangka payung jadi patah. Masih untung pakai jaket walau tak urung sebagian tubuh jadi basah. Duuh, ada apa sih hari ini, mengeluh dalam hati.

Fuih...
Akhirnya dengan masih terengah-engah, tiba juga di ruang seminar. Walaupun teman-teman sudah berkumpul, tapi sensei belum juga datang. Kadang mikir, kalau sama sensei kok takut telat ya, tapi sholat kok selalu terlambat? Tapi sholat kan waktunya panjang, ntar juga bisa. Lagipula Allah juga Maha Pemaaf, berkata dalam hati untuk membenarkan diri sendiri.

Tak lama, seorang laki-laki umuran yang selalu mengenakan kacamata tebal dengan bingkai berwarna hitam serta rambut di kepala yang sebagian sudah hilang pun datang. Serempak, seluruh penghuni ruangan mengucapkan salam seraya sedikit menundukkan kepala.

Setelah itu, waktu pun berjalan dengan sangat lamban. Entah apa yang dijelaskan oleh teman-teman yang lagi presentasi. Duuh, sudahlah menggunakan bahasa Jepang, ditambah lagi ngomongnya cepat sekali. Alhasil, lebih banyak bengong daripada mengerti. Kenapa mereka enggak pakai bahasa Inggris saja ya? Kan setidaknya bisa lebih dipahami. Wah, ngeluh lagi. Tapi, kok malah nyalahkan orang, salah sendiri ngapain kuliah di Jepang!

Syukurlah, akhirnya selesai juga. Kalau lebih lama, mungkin sudah tertidur di kursi. Lalu ke ruangan lab, buka komputer untuk cek email.

Gedubrak...!!!
Banyak banget email yang masuk hari ini, padahal baru semalam dihapus. Orang Indonesia memang sifatnya ramah dan hobi ngobrol, apalagi kalau udah 'ngompol'. Semua seakan-akan jadi pakar, dan merasa pendapatnya yang paling benar. Sibuk sih sibuk, tapi ngobrol selalu jalan terus. Lalu asyik membaca email sambil minum secangkir teh hangat.

Uhuk... uhuk...
Jadi kaget hingga keselek, karena ternyata sensei sudah berdiri di samping meja belajar. Mungkin karena keasyikan menelaah kalimat demi kalimat di setiap email, jadi tidak menyadari kehadiran beliau. Tak banyak yang dikatakannya, selain hanya meletakkan setumpuk lembaran kertas yang penuh coretan berwarna merah sambil mengatakan kalau perbaikannya harus selesai malam ini juga.

Walah, ngerjain banget nih. Emang enak bikin jurnal? Sudahlah masalah grammar kadang membingungkan, belum lagi ide yang harus dijabarkan dengan pembuktian yang benar. Duuh, akhirnya mengeluh lagi.

Sekelebat pikiran melayang, membayangkan istri dan anak di rumah. Ah, pasti mereka lagi enak-enakan. Kulkas yang penuh beraneka ragam makanan, bisa jadi cemilan buat dimakan. Kalau ngantuk, tinggal tidur. Apalagi dingin-dingin seperti ini, pasti lebih enak meringkuk di dalam selimut. Enggak mesti suntuk menghadapi buku-buku dan berpuluh-puluh jurnal yang harus dirujuk. Wah, jangan-jangan istri dan anak benaran lagi tiduran setelah kenyang makan cemilan. Uh, jadi iri!

Karena puyeng dengan segala macam teori yang menjejali otak, akhirnya merebahkan kepala di atas meja belajar. Sebentar melepaskan rasa penat dan kesuntukan.

***

Langit berubah kelam, tak lama gerimis menyibak celah-celah hitamnya awan. Sebentar saja, hujan turun dengan derasnya mengurapi bumi. Dalam hujan, desau angin terdengar kencang sekali. Beberapa kali pula, halilintar menggelegar dan memekakkan telinga. Aku pun segera berlari dan berteduh di emperan pertokoan di dekat sebuah terminal. Bergabung dengan begitu banyak wajah-wajah yang juga tampak mengeluh karena hujan menghambat mereka untuk segera pulang ke rumah.

Namun...
Terdengar kecipak-kecipak kaki menyibak genangan air, dan kemudian terlihat wajah-wajah mungil yang berseri-seri. Tampak bocah-bocah kecil mengenakan kaos yang sedikit robek dan bercelana pendek, serta tak sedikit yang bertelanjang dada. Kaki-kaki tanpa alas itu berlari mengejar bus-bus yang baru tiba seraya berteriak, "Payung... payung...!!!"

Mereka juga berlari dengan semangat ke sana ke mari sambil menggenggam payung yang berukuran besar dibandingkan dirinya sendiri. Kulihat mereka meminjamkan payung besarnya itu setelah tawar menawar kepada yang ingin menggunakan jasanya. Setelah memberikan payungnya, mereka berlari di belakang dan mengikuti orang yang menyewa dengan langkah-langkah kecil setengah berlari.

Tak urung mereka terlihat menggigil kedinginan karena hujan sebesar butiran jagung menimpa tubuh kecilnya. Sehingga, berkali-kali diusapnya air hujan yang membasahi wajah dan sekujur tubuhnya. Walaupun paras wajahnya tampak pucat, namun kulihat senyum mereka tetap mengembang. Setelah menerima uang, lantas mereka berlari untuk mencari orang yang mau meminjam payungnya kembali.

Anak-anak payung yang selalu muncul di musim hujan itu sama sekali tak kulihat mengeluh, karena bagi mereka memang tak ada waktu untuk itu. Padahal belum saatnya bagi mereka di usia yang masih begitu muda kalau harus mencari uang demi keluarga atau kebutuhan sekolah.

Aku tersenyum menyaksikan kegigihan mereka sambil menahan malu di dada. Betapa banyak nikmat dan rezeki yang telah diterima selama ini tak membuatku tambah bersyukur, malah menghabiskan waktu dengan lebih banyak mengeluh. Padahal apa sih yang kurang? Rasanya aku tak terlalu tangguh untuk menghadapi setiap permasalahan yang muncul, karena hanya bisa mengeluh dan selalu mengeluh.

Bocah-bocah kecil itulah sesungguhnya pejantan-pejantan tangguh. Mereka tak pernah ragu dan mengeluh karena harus menantang kehidupan yang keras serta terkadang angkuh. Aku kembali tersenyum lalu bergumam seraya menatap mereka, "Ajari aku 'tuk jadi pejantan tangguh."

Ups...
Tanpa sadar, terpal plastik yang melindungiku dari hujan tak mampu lagi menampung air. Tali yang mengikat terpal pada rangka itupun terlepas, dan aku yang berlindung di bawahnya menjadi basah. Dengan gelagapan aku berlari menjauhinya, namun...

"Okinasai... okinasai..." terdengar suara entah di mana, karena terdengar begitu pelan. Mataku mengerjap-ngerjap dan masih setengah sadar. Mimpi tentang kehidupan pejantan-pejantan tangguh di Jakarta pun perlahan buyar, lalu kembali ke dunia nyata. Samar-samar, tampak seraut wajah yang berkacamata tebal dengan bingkai berwarna hitam, dan kepalanya sedikit botak sambil memegang sebuah botol berisi sisa minuman mineral.

Huwaaa...!!!

Wallahu a'lamu bish-shawaab.

Abu Aufa
ferryhadary@yahoo.com 
Catatan:
Sensei= professor atau pembimbing penelitian
Bentou= kotak bekal yang berisi makanan
Neng Kokom= plesetan untuk komputer
Ngompol= ngomong politik
Okinasai... okinasai...= ayo bangun


Related Article:

0 comments:

Post a Comment


 
Copyright 2010 Lowayu Community. All rights reserved.
Themes by Bonard Alfin l Home Recording l Distorsi Blog